Di antara jamaah haji boleh jadi ada yang luntur semangatnya untuk beribadah secara optimal di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi karena ternyata hal itu membutuhkan perjuangan yang besar.
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi selalu penuh. Pelataran (shahn) Kabah selalu padat oleh orang yang mengerjakan tawaf. Jalur Shafa dan Marwah selalu riuh oleh orang yang mengerjakan sai. Di tempat-tempat lain, orang-orang mengerjakan salat, iktikaf, berzikir, membaca Alquran, atau memandangi Kabah.
Ramainya kedua tempat mulia itu tentu saja wajar. Ada banyak pahala yang dijanjikan Allah untuk masing-masing ibadah tersebut, juga ibadah lainnya yang tidak tersebut.
Sekadar memandangi Kabah saja sudah merupakan ibadah. Satu salat di Masjid Nabawi sebanding 50.000 salat di tempat lain, dan satu salat di Masjidil Haram sebanding 100.000 salat di masjid lain.
Untuk meraih semua keutamaan tersebut, peziarah haji atau umrah seyogyanya tidak menunggu Haramayn sepi. Orang yang masuk ke Masjidil Haram terlihat sama banyaknya dengan orang yang keluar.
Hendak mengerjakan tawaf sebelum Subuh, misalnya, ramai. Setelah Subuh, padat. Setelah Isya, berdesak-desakan. Tengah malam, penuh. Tengah hari, ya sama saja.
Boleh jadi hanya petugas haji yang bekerja penuh satu musim haji yang dapat menyaksikan Masjidil Haram sepi. Atau, orang yang mendapatkan hidangan istimewa dari Allah hingga dia mengalami seolah-olah Masjidil Haram sepi di tengah keramaian.
Allah berfirman:
(وَإِذۡ جَعَلۡنَا ٱلۡبَیۡتَ مَثَابَةࣰ لِّلنَّاسِ وَأَمۡنࣰا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبۡرَ ٰهِـۧمَ مُصَلࣰّىۖ وَعَهِدۡنَاۤ إِلَىٰۤ إِبۡرَ ٰهِـۧمَ وَإِسۡمَـٰعِیلَ أَن طَهِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّاۤىِٕفِینَ وَٱلۡعَـٰكِفِینَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ)
[Surat Al-Baqarah 125]
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud”.
Baca Juga : Makna Haji Rasulullah SAW
Orang yang baru keluar dari Masjidil Haram, sudah ingin kembali lagi. Ada daya tarik yang sangat kuat dari Masjidil Haram dan Nabawi yang membuat umat Islam mencintai kedua tempat ini. Ini adalah buah dari doa Nabi saw:
اللهم حبب الينا المدينة كما حببت الينا مكة
“Ya Allah anugerahi kami mencintai Kota Madinah sebagaimana Engkau telah menganugerahkan cinta kami terhadap Kota Makkah.”
Karena itu, jamaah haji perlu membuat rencana ibadah di Mekkah dan Madinah. Untuk salat berjamaah, misalnya, dia harus mengusahakan agar 2 jam sebelum waktu salat, dia sudah berada di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Jika tidak, dia akan kesulitan masuk dan hanya mendapatkan shaf di pelataran Masjidil Haram.
Apalagi pada hari Jumat. Empat jam sebelum waktu salat, masjid sudah penuh. Meskipun semua tempat di Masjidil Haram itu utama, semakin dekat Kabah, semakin afdhal.
Jika terlambat, maka begitu Anda keluar hotel, boleh jadi Anda akan menemui orang yang sudah pulang dari Masjidil Haram dan berkata, “Kita salat Jumat di sini saja, di hotel, karena Masjidil Haram sudah penuh.”
Selanjutnya, jamaah haji harus siap mengerjakan rencana ibadahnya itu secara mandiri. Layanan jasa Haji / Umrah yang berhasil membimbing jamaahnya adalah yang berhasil memberanikan jamaahnya untuk jalan sendiri mengerjakan manasik dan ibadah lainnya.
Jalan sendiri untuk tawaf dan sai, jalan sendiri untuk iktikaf di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Mandiri dan tidak tergantung pada pimpinan rombongan atau teman.
Di Mekkah dan Madinah, setiap jamaah memiliki prioritas, rencana, dan ritme ibadah sendiri. Ada yang lebih suka salat lalu iktikaf dan mengaji, ada juga yang lebih suka tawaf dan berzikir sambil berjalan. Ada yang lain yang lebih suka bersedekah. Setiap jamaah harus fokus pada prioritas dan rencana, serta ritmenya sendiri.
Di dalam kehidupan secara umum pun demikian. Di dalam kehidupan setiap orang mempunyai prioritas, rencana, dan ritme ibadah sendiri. Karena itu, setiap orang harus fokus pada prioritas dan rencana, serta ritmenya sendiri.
Prioritas, rencana, dan ritme ibadah serta kehidupan orang lain bukanlah urusan kita. Biar mereka yang memperhatikannya. Kita harus fokus pada prioritas dan rencana, serta ritme kita sendiri. Tidak perlu menilai dan menghitung ibadah orang lain. Penilaian dan perhitungan ibadah semua orang hanya milik Allah.
Nabi Saw bersabda:
من حسن اسلام المرء تركه ما لا يعنيه
“Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah dia tidak memperhatikan sesuatu yang tidak penting dan bukan urusannya.”
Artikel : Ritmemu ritmemu, ritmeku ritmeku.
Penulis : Ahmad Fadhil (Dosen Filsafat Islam UIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang Banten).