Riwayat Imam Tirmidzi salah satu ulama hadist, penyusun Al Jami’ yang lebih familiar dengan sebutan Sunan Tirmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah saw melaksanakan haji sebanyak tiga kali.
Walaupun menurut riwayat lain terdapat pernyataan bahwa Rasul berhaji setiap tahun sebelum melakukan hijrah. Tentu hal ini sangat wajar; karena kediaman Rasul sebelum diperintahkan untuk melakukan hijrah berada di kota Mekah.
Yang ingin dibahas di sini adalah apa makna yang terkandung di dalam hajinya Rasulullah saw? Tentu kita sudah mengetahui dan meyakini bahwa Rasulullah saw adalah penjelas dari makna-makna global/ijmal yang terdapat di dalam Al Qur’an.
Sebagaimana Allah mewajibkan manusia untuk melaksanakan beberapa kewajiban manusia sebagai hamba-Nya. Yang diantaranya adalah sholat, puasa, zakat dan haji. Tentunya, Haji adalah salah satu kewajiban yang sudah diketahui oleh semua umat Islam. Karena ia adalah rukun terakhir dari rukun Islam yang lima.
Oleh sebab itu, salah satu tugas dari Rasulullah dalam melaksanakan haji, terutama dalam haji wada’ ialah memberikan pengajaran yang detail kepada segenap umat Islam untuk melaksanakan haji secara detail dan benar, mengajari bagaimanakah manasik haji dan umrah, bagaimana menghidupkan syi’ar-syiar haji yang lurus.
Dimana pada masa sebelumnya manasik haji dan umrah bercampur dengan kultur dan budaya Arab Jahiliyah yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Seperti: telanjang dan tidak mengenakan pakaian sewaktu berthowaf mengelilingi Ka’bah, membersihkan Ka’bah dari unsur-unsur kesyirikan yang dilakukan oleh Arab Jahiliyah seperti menyembah patung-patung yang berjejeran mengelilingi Ka’bah.
Dan upaya itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam mengajari umat Islam dalam pelaksanaan haji dan umrah. Islam menghapuskan unsur-unsur negatif yang turun temurun diwariskan oleh bangsa Arab Jahiliyah (Fiqih Siroh, Dr. Muh Said Romadhon Al Buthi, hlm 327).
Dan Islam telah berhasil memurnikannya. Di mana itu sesuai dengan status Ka’bah, bangunan suci dan bangunan pertama yang berada di Bumi ini. Sebagaimana Firman Allah:
إن أول بيت وضع للناس للذي ببكة مباركا وهدى للعالمين
(Sesungguhnya bait yang pertama kali diletakkan untuk manusia ialah yang berada di Mekah yang penuh dengan keberkahan dan sebagai petunjuk kepada seluruh alam semesta) [Ali Imran: 96]
Ayat ini sebagai bukti bahwa keberadaan Ka’bah di Mekah merupakan sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh tempat-tempat lain. Di mana tempat-tempat yang lain memiliki kelebihan yang bersifat sementara.
Tapi Ka’bah memiliki kelebihan yang bersifat asli. Karena kelebihannya ditetapkan di dalam ayatnya. Yaitu “mubarokan” yang diliputi dengan segala keberkahan, baik ukhrowi atau duniawi.