Apa Saja Makanan Haram itu?

Di dalam surat Al An’am 145 Allah uraikan tentang makanan yang diharamkan. Diantaranya yang tersebut di dalamnya adalah:

ﻗﻞ ﻻ ﺃﺟﺪ ﻓﻲ ﻣﺎ ﺃﻭﺣﻲ ﺇﻟﻲ ﻣﺤﺮﻣﺎ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﻢ ﻳﻄﻌﻤﻪ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻴﺘﺔ ﺃﻭ ﺩﻣﺎ ﻣﺴﻔﻮﺣﺎ ﺃﻭ ﻟﺤﻢ ﺧﻨﺰﻳﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﺭﺟﺲ ﺃﻭ ﻓﺴﻘﺎ ﺃﻫﻞ ﻟﻐﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﻓﻤﻦ ﺍﺿﻄﺮ ﻏﻴﺮ ﺑﺎﻍ ﻭﻻ ﻋﺎﺩ ﻓﺈﻥ ﺭﺑﻚ ﻏﻔﻮﺭ ﺭﺣﻴﻢ

“Katakan wahai  Muhammad: aku tidak menemukan dalam wahyu yg turun kepadaku sesuatu yang diharamkan kepada orang yang memakan makanan kecuali berupa bangkai, darah yang mengalir, daging babi; maka sesungguhnya itu adalah kotor atau binatang yang disembelih kepada selain Allah.

Barang siapa yang dalam keadaan mudhorot tidak dalam keadaan memberontak dan melampaui batas. Maka sesungguhnya tuhanmu adalah maha pwngamlun dan maha penyayang”.

Ayat ini mengindikasikan bahwa makanan yang diharamkan adalah hal-hal yang tersebut di dalam ayat ini saja. Tapi perlu diketahui bahwa ayat ini adalah ayat Makkiyah.

Dimana syariat secara lengkap belum sempurna. Sehingga, makanan yang diharamkan tidak hanya terbatas pada ini. Tapi harus dibandingkan dengan ayat-ayat serupa yang membahas tentang makanan yang diharamkan, dan juga hadist-hadist yang mengharamkannya.

Imam Syafii dalam menginterpretasikan ayat ini memandang bahwa mukhotobnya (orang yang diajak bicara) adalah bangsa Arab. Sehingga penafsiran ayat ini adalah yang diharamkan dari makanan yang mereka konsumsi.

Berarti, makanan yang diharamkan adalah makanan yang mereka anggap khobist (buruk) dan yang mereka anggap thoyyib (baik) adalah halal [Ahkamul Quran, hlm 275]. Dalam jangkauan segala makanan yang tidak disebutkan di dalam Al Quran dan hadist nabi.

Tentu ini adalah permasalahan yang pelik. Karena ayat ini tidak hanya berlaku untuk orang arab saja, tapi untuk semua ummat. Sehingga membatasi selera makanan hanya pada bangsa Arab, menurut saya tidak fair. Oleh karenanya, dalam permasalahan ini pandangan yang paling sesuai adalah pandangan dari Imam Malik.

Bahwa yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya adalah haram, dan selain dari itu hukumnya adalah halal. Baik yang disebutkan kehalalannya atau tidak. Karena jumlah makanan yang haram hanya sedikit, jika dibandingkan dengan makanan yang halal.

Dalam hadist-hadist yang dijadikan argumentasi dalam hukum keharaman sebuah makanan itu juga perlu dikaji secara detail. Karena tidak semuanya memiliki status argumentasi yang kuat.

Seperti yang kita temui di dalam literatur fiqih dimana hewan barma’i (amphibi) tidak boleh dimakan. Dan ternyata argumentasinya adalah sebuah hadist riwayat Abu Daud:

لا تقتلوا الضفادع فإنها تسبح الله

“Jangan kalian membunuh katak, karena ia adalah hewan yang bertasbih kepada Allah”.

Ada beberapa hal yang dipertanyakan tentang hadist ini: Bagaimana status hadist? Apa maksud hadist jika statusnya shohih?

Status hadist ini adalah hadist yang lemah sebagaimana ungkapan Ibnu Hajar Al Asqollani. Disamping itu hadiat tersebut bukanlah sabda dari Rasulullullah saw tapi ungkapan dari Abdullah bin Amr. Dan beliau banyak mengambil kisah-kisah Isroiliyyat. Sehingga dengan dua sebab ini gugurlah argumentasi akan keharaman katak.

Di samping itu, larangan yang dimaksud apakah larangan haram -jika kita ambil kemungkinan keshohihan hadist-? Dalam arti, apakah larangan itu bersifat haram ataukah makruh ? Jika berarti haram, apakah larangan membunuh itu sama seperti larangan makan. Dalam arti larangan tersebut juga mencakup larangan makanan sekaligus?. Padahal konteksnya sama sekali tidak mengarah kepada makanan sedikitpun.

Ini adalah satu contoh dalam mengkritisi sebuah hukum dan argumentasinya. Dan ternyata argumentasi tersebut tidak dapat diterima karena alasan-alasan yang telah diuraikan sebelumnya. Begitu pula dengan hukum keharaman makanan yang lainnya dapat kita telusuri argumentasinya, baik itu hukumnya sesuai atau tidak, itu semua bergantung kepada penelitian yang diupayakan.

Ditulis oleh : Abdul Aziz Jazuli

Leave a Comment

Start typing and press Enter to search